Minggu pagi yang mendung, bangun pagi jadi malas-malasan.
Setelah selesai dengan rutinitas harian di pagi hari, iseng-iseng buka facebook...ada temen tanya tentang menikah dan seperangkatnya (secara yang persiapan mau nikah....caile...congratz for you friend)
Tidak terasa memang usia pernikahanku memasuki tahun kedua, kalo katanya emak-emak se masih seumuran jagung (padahal umur jagung aku juga gak tahu....hihihi). Mungkin bisa di share juga sih kalo menikah tuh ribet dari awal sampai akhir nanti. Kenapa bisa aku sebut ribet??? setiap langkah kita kan tentu butuh perencanaan yang matang, nah disinilah letak keribetan tadi. Ada yang bilang "kenapa mesti ribet kalo bisa dibuat mudah?", well itu sih cuma teori aja...coba prakteknya, ribet kan?! (bagi yang sudah menikah, pasti mengerti)
Selama hidup bersama pasangan, kita akan saling beradaptasi dengan segala hal yang terjadi antara kita, pasangan dan anak serta keluarga besar kita
Setahun pertama adalah saat yang bagiku terutama sangat berat dimana masa itu kita menemukan sesuatu yang sebelumnya tidak kita temui pada diri pasangan kita...ada juga yang bilang bahwa masa awal pernikahan adalah masa dimana masih manis-manisnya cinta (ehm semanis madu....) tapi madu kan tidak setahun penuh. Selama setahun pertama kita tahu dengan pasti bahwa ternyata dia aslinya begini dan begitu....(setuju?!)
Kunci sukses tentu saja kembali ke ajaran agama kita bahwa kita harus mempunyai sifat ikhlas, sabar, pengertian, memiliki dasar komitmen yang kuat, memiliki komunikasi yang baik dan terbuka serta harus saling percaya walaupun tidak harus 100% lho...
Saling menghargai, menghormati dan bersikap santun pada pasangan adalah kebiasaan yang mesti dilakukan agar terhindar dari pertengkaran. Apabila teman-teman pernah mendengar sebuah cerita yang dimana cerita ini aku baca di majalah Al-Falah tentang seorang ibu yang memberikan kado pernikahan kepada putrinya (bagi yang belum baca, akan aku coba ceritakan ya)
Pada suatu hari, ada seorang ibu yang datang kepada anaknya setelah anaknya menikah dengan memberikan kado sebuah buku tabungan berisi uang sejumlah Rp. 250.000,-. Ibu itu berpesan pada anaknya, apabila kamu dan suamimu dalam menjalani pernikahan merasakan kebahagian atau mendapat rejeki maka isilah tabungan ini dan catatlah peristiwa apa yang terjadi di sebelahnya. Semakin banyak dan bahagia maka isilah dengan uang yang lebih banyak. Tahun berlalu, pernikahan anak ibu tadi memasuki tahap krisis hingga mereka bertengkar dan menyatakan akan bercerai. Datanglah anak ibu tadi kepada ibunya hendak menyampaikan maksudnya untuk bercerai. Dengan sabarnya ibu tadi berkata, "pergilah kamu ke bank dan ambilah semua uang tabunganmu. habiskanlah semua uang yang ada karena apabila kamu bercerai maka sudah tidak kamu perlukan lagi uang tadi". Sesuai perintah ibunya, pergilah anak tadi ke bank untuk mengambil uangnya. Selama di dalam bank menunggu antrian, dibacalah isi buku tabungan tadi dimana disana tertulis besarnya uang dan peristiwa bahagia yang tertulis di sampingnya. setelah dibacanya satu persatu, menangislah dia dan akhirnya pulang.
Sesampainya di rumah, ia bertemu dengan suaminya dan ia pun berkata padanya "Aku baru pulang dari bank namun aku tidak sanggup untuk mengambil uang". Lalu diserahkanlah buku tabungan tadi kepada suaminya. Suaminya pun lalu memutuskan hendak ke bank keesokan harinya. Sama halnya dengan istrinya, suami itupun mulai membaca isi dari buku tabungan dimana disana tertulis besar uang dan peristiwa yang tertulis. Akhirnya setelah selesai membaca, suami itupun pulang dan menemui istrinya. Istrinya heran, lalu dilihatlah buku tabungan itu ternyata bertambah Rp. 1.250.000,-. Lalu suaminya berkata, bahwa betapa pernikahan mereka begitu berharga dan kemudian mereka tidak jadi bercerai.
Cerita yang bagus bukan (ya meskipun mungkin dalam penulisannya, mungkin ada ketidaksamaan dengan aslinya). Dari cerita itu bisa kita tahu bahwa seindah apapun pernikahan pasti ada riak-riak kecil yang selalu menyertai. Bohong kalo orang mengatakan suami istri selalu merasa puas dalam pernikahannya. Cara kita memandang masalah-lah yang harus di manage sehingga kita bisa menekan seminim-minimnya masalah dalam pernikahan kita (wallahu a'lam bis shawab)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar